


Hujan lebat yang mengguyuri Padang pada Sabtu pagi di minggu pertama Desember itu tak sanggup untuk menghalangi kami mengunjunginya. Bersama sebelas orang teman-teman semasa bersekolah di SMP 7 Padang, saya bertolak ke Nagari Ayieangek di Kecamatan X Koto Kabupaten Tanahdatar untuk melihat keindahan air terjun Sasotan. Dengan menumpang bus pariwisata berkapasitas 14 orang, perjalanan tersebut sangat menyenangkan walau hujan mengiringi kami hampir disepanjang perjalanan karena penuh gelak tawa akibat celotehan-celotehan khas semasa SMP dulu. Setelah sempat berhenti untuk sarapan soto minang dan lontong gulai tunjang di Warung Soto Puncak Kiambang Asli di Paritmalintang kami sampai di lokasi pada pukul 11 siang.
Air terjun Sasotan merupakan salah satu destinasi wisata baru yang sedang giat-giatnya dikembangkan oleh anak nagari. Belum banyak orang yang tahu akan keberadaan air terjun yang indah ini apalagi mengunjunginya. Saya sendiri baru mendengarnya saat teman-teman mengajak saya bergabung untuk berkunjung ke Sasotan dimana salah seorang dari kawan-kawan tersebut berkampung di sana. Untuk menuju ke lokasi kita harus belok kanan di pertigaan jalan raya Padang Bukittinggi yang tak jauh dari Rumah Makan Ayie Badarun. Pertigaan terebut terletak pas ditikungan menanjak dimana jalan yang akan dilalui tersebut terletak dibawah jembatan kereta api usang. Jalan sempit sepanjang 5 kilometer yang berliku dengan beberapa tanjakan dan penurunan tajam serta ladang sayur-sayuran dikiri-kanan jalan adalah menu selanjutnya. Kita sedang berada di pinggang Gunung Marapi.
Gerimis halus diselingi rinai sesaat dan kabut tebal khas pegunungan menyambut saya dan kawan-kawan siang itu. Rongga hidung dan rongga dada terasa begitu lapang saat menghirup udara segar waktu saya turun dari kendaraan. Cukup lama saya menikmati sensasi itu sebelum mengemasi perlengkapan perang saya berupa satu ransel drone dan satu ransel perlengkapan pribadi.
Rumah panggung semi permanen yang terletak sepelemparan batu dari tempat parkir kendaraan menjadi tempat istirahat kami sambil menunggu cuaca terang. Sambil menikmati tahu goreng, sala, dan jagung bakar yang tersedia saya sempat
berbincang-bincang dengan Uda Syahril, salah seorang anak nagari yang sedang semangat-semangatnya secara swadaya bersama anak-anak nagari lainya mengembangkan lokasi air terjun Sasotan sebagai daerah tujuan wisata. Saat itu mereka sedang gotong royong membersihkan lokasi dan membuat shelter disekitar rumah panggung yang mereka sebut villa. Dari Uda Ril ini saya mendengar rencana-rencana besar mereka berupa membangun camping ground yang berlokasi tak jauh dari villa serta membangun sarana dan prasarana penunjang seperti kamar mandi dan toilet, pembukaan jalan setapak ke lokasi dan lain-lain.
Pemandangan disekeliling villa sungguh luar biasa indahnya. Di bukit sebelah kanan villa terhampar hutan pinus yang menjulang tinggi. Sementara Gunung Singgalang berdiri dengan angkuhnya tepat di arah depan villa. Bagian kiri terbentang kebun sayur-sayuran dan jika cuaca sedang cerah maka kita akan bisa melihat kota Padangpanjang dan laut di depan kota Pariaman di kejauhan.
Kami berbegas menuju air terjun Sasotan saat matahari mulai muncul dengan malu-malu. Jalan setapak yang basah disekitar ladang-ladang penduduk segera berganti dengan jalan setapak yang penuh semak. Tak jarang warga setempat yang menjadi pemandu kami harus menebas ranting-ranting pohon agar perjalanan kami lebih nyaman. Selain hujan yang membuat jalalan licin, medan yang naik turun untuk mencapai ketinggian 1380 mdpl cukup menguras tenaga kami para anak muda tahun 1980an ini. Sekali dua terdengar pekikan teman-teman yang tergelincir jatuh. Begitu juga teriakan teman-teman yang kakinya dijadikan tempat pesta pora para pacet. Beruntung saya sudah mempersiapkan diri sebelum berangkat dengan memakai sepatu taktikal sehingga saya tidak mengalami kesulitan melaluinya dan kaki saya terlindung dari serangan pacet. Sepenanakan nasi kemudian setelah berjalan kurang dari 1 km sayup-sayup terdengar deburan air yang memberi tahu bahwa tujuan sudah dekat. Bergegas kami untuk segera menikmati keindahan air terjun Sasotan.
Rasa lelah yang timbul selama perjalanan hilang saat menyaksikan keindahannya. Sasotan ini merupakan air terjun dua tingkat dimana tingkat pertama memiliki ketinggian sekitar 30 meter dan tingkat kedua memiliki ketinggian sekitar 10 meter. Bersumber dari dua aliran air berbeda dimana salah satunya adalah air panas. Aliran air terjun Sasotan sendiri pun terbagi dua. Yang besar disebelah kiri merupakan air dingin sementara aliran kecil di sebelah kanan bersumber dari air panas. Namun kita tak bisa mandi menikmati air terjun panas ini karena debit airnya yang kecil. Saya hanya sibuk memotret dan dipotret saat sebagian teman-teman mandi dibawah pancuran air terjun. Hawanya yang dingin menghalangi keinginan saya ikut bermain air bersama kawan-kawan. Keinginan saya untuk mengabadikan keindahan Sasotan melalui aerial foto-pun tak kesampaian. Lokasinya yang perawan penuh pohon yang menjulang membuat saya tidak bisa menerbangkan drone karena lokasinya yang sempit untuk manuver. Begitu juga tempias yang ditimbulkan air terjun yang dapat merusak sistem kelistrikannya.
Puas berfoto ria dan main air kami segera kembali ke villa karena hari sudah menjelang sore dan perut mulai keroncongan. Tawaran untuk mengunjungi sumber air panas yang berjarak sekiloan dari air terjun terpaksa kami tolak. Hidangan yang telah kami pesan untuk dimasakkan sebelum berangkat menuju air terjun sudah memanggil-manggil. Kami sengaja memesan hidangan dengan bahan yang tersedia saat itu untuk menambah sensasi petualangnya. Hidangan hangat dengan menu ala kampung berupa telur goreng balado jengkol, goreng ikan maco, samba lado dan sayur sawi yang baru dipetik menerbitkan selera kami. Jangan heran jika serbuan kami membuat beberapa cembung nasi yang ada segera habis dan harus di-refill dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Sore datang dan saat meninggalkan surga ini pun tiba. Sebelum kembali ke dunia kami sempatkan untuk membeli sayur-sayuran sebagai oleh-oleh. Sayur sawi, daun seledri dan bawang perai menjadi pilihan saya buat untuk isteri di rumah.
Tak lupa sebelum pulang saya menitipkan ide kepada Uda Ril untuk menebang beberapa batang pohon kecil disekitar air terjun agar bisa memberikan tempat yang luas untuk mengabadikan keindahan Sasotan serta membuat jembatan diatas sungai aliran air terjun sebagai foto spot. Begitu juga tempat parkir yang luas harus segera disediakan karena saya yakin setelah tulisan ini dipublikasikan pelancong akan berbondong-bondong kesana.
Selamat untuk Uda Ril beserta anak-anak nagari Ayieangek yang berswadaya untuk mewujudkan air terjun Sasotan sebagai tujuan wisata baru di Sumatera Barat. Tetap semangat! Semoga segera mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait.
sungguh tak kusangka dg adanya tulisan ajo il yang apik ini membuat pengalaman kita alumni smp 7 th 84 di desa sasotan ini menjadi kenangan yang tak terlupakan
mantap jo il…..